99 Anak Meninggal Gagal Ginjal Akut di RI, Epidemiolog: Waktunya Tetapkan KLB!

99 Anak Meninggal Gagal Ginjal Akut di RI, Epidemiolog: Waktunya Tetapkan KLB!

Berita

Jakarta – Epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menilai sudah waktunya pemerintah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) usai 206 anak mengidap gagal ginjal akut, hingga 99 di antaranya meninggal dunia. Fenomena laporan kasus tersebut disebutnya sudah masuk kategori KLB.

Ia khawatir, tanpa status KLB, banyak pasien kesulitan mengakses fasilitas pelayanan kesehatan lantaran tidak ada bantuan dana. Menurutnya penetapan status tersebut menjadi bagian penting, selain kesiapan RS rujukan.

“Sebelum ke RS, harus dipikirkan ada namanya merujuk, kalau dari pulau itu dia harus naik pesawat, bisa naik kendaraan di mana kalau nggak ada uangnya? Nah status KLB itulah yang akan membantu, jadi ini harus dipahami,” terang Dicky saat dihubungi detikcom Rabu (19/10/2022).

“Kalau ini tidak ditetapkan percuma, karena percuma orang ada RS, tapi nggak bisa dirujuk, karena nggak ada kapasitas atau resources-nya untuk merujuk itu,” sambung panel ahli pemulihan pasca pandemi WHO tersebut.

Terlebih, menurutnya tidak semua kabupaten/kota memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang sama dan memadai. Misalnya, ketersediaan alat hemodialisa atau peritoneal dialysis yang membutuhkan seorang dokter bedah anak.

Dicky memastikan penanganan gagal ginjal akut tentu tidak bisa dilakukan dalam level puskesmas. Sejak awal, Dicky meyakini status KLB layak ditetapkan usai melihat tren peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius, khususnya angka kematian dalam tiga periode.

Ia mengaku heran status KLB tak kunjung ditetapkan lantaran hal tersebut bisa memudahkan dan memaksimalkan koordinasi khususnya dalam penanggulangan kasus gagal ginjal akut.

“Sudah banyak kriteria yang terpenuhi (untuk menetapkan KLB), dan saya cukup heran kenapa tidak ditetapkan sebagai KLB, karena ketika ditetapkan sebagai KLB maka ketetapan ini akan lebih memudahkan untuk koordinasi dan optimasi SDM kesehatan, dan penanggulangan KLB,” terang dia.

“Ini yang penting, karena tidak semua daerah punya kapasitas, tidak semua punya resources dalam hal ini dana ya, bukan hanya masalah rujukan, kalau masalah rujukan itu ada juga bicara dana loh dalam hal ini, nah SDM yang dimaksud ini dengan adanya penetapan KLB, yang mempermudah itu bukan hanya tenaga kesehatan, tapi juga dana, bahkan kesediaan farmasi, dan fasilitas kesehatan, termasuk teknologi,” pungkas dia.


Sumber: detik.com