Jakarta – Minimnya edukasi orang tua terkait kanker pada anak bisa menjadi biang kerok penyakit ini menjadi lebih serius atau kondisi stadium lanjut. Jika terdeteksi lebih dini dan orang tua memiliki modal pengetahuan akan hal tersebut, maka penyakit ini bisa dicegah untuk tidak menjadi lebih parah, bahkan bisa disembuhkan.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan melalui data Globocan tahun 2020 menyebutkan jumlah penderita kanker pada anak (0-19 tahun sebanyak 11.156. Dari angka tersebut, leukemia menempati posisi pertama dengan 3.880 (34,8 persen), sedangkan kanker getah bening sekitar 640 (5,7 persen), dan kanker otak 637 (5,7 persen).
Guna menekan angka tersebut, peran orang tua sangat dibutuhkan. Pasalnya, orang tua merupakan sosok yang setiap hari mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak.
Orang tua Berperan Jaga Pola Makan Anak
Menjaga kebutuhan nutrisi makanan pada anak, khususnya buah hati yang menderita kanker merupakan satu hal yang wajib dilakukan para orang tua. Namun, setiap anak tentu memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda, sehingga orang tua harus lebih bijak untuk memberikan makanan atau minuman yang dikonsumsi mereka.
Dalam Talkshow Hari Kanker Anak Internasional #BeraniGundul 2024 di Gandaria City, Jakarta Selatan, pada Minggu (3/3) lalu, Pengawas dan Dietisien Rawat Inap RS Kanker Dharmais Dessy Wulandary, SST RD menegaskan orang tua berperan penting menjaga pola makan anak. Terlebih bagi anak penderita kanker di masa post-kemoterapi.
“Orang tua jangan malas masak. Mulai masak makanan murah tapi tetap sehat. Jangan selalu mengandalkan makanan siap saji. Mulai sajikan makanan dengan kandungan tinggi serat serta buah-buah,” tutur Dessy, Senin (4/3/2024).
Dessy menambahkan jika menu makanan yang diberikan pada anak di masa post-kemoterapi juga harus disesuaikan dengan menu favorit si anak. Selain itu, porsi penyajian juga harus diperhatikan, yaitu porsi kecil dengan kandungan protein dan kalori yang tinggi.
Kenali Potensi Bahaya dari Senyawa BPA
Selain edukasi soal makanan dan minuman yang dikonsumsi anak, orang tua wajib mengetahui adanya potensi bahaya dari senyawa Bisphenol A (BPA) yang juga bisa memperburuk kondisi kanker anak. Senyawa tersebut umumnya ditemukan pada produk plastik polikarbonat dan resin epoksi.
Plastik polikarbonat sendiri bisa ditemukan di wadah penyimpanan produk pangan, sedangkan resin epoksi merupakan bahan pelapis kemasan logam, termasuk kaleng makanan dan tutup botol.
Dilansir dari jurnal National Library of Medicine, ‘A Comprehensive Review on The Carcinogenic Potential of Bisphenol A: Clues and Evidence’, paparan BPA bisa berdampak pada pertumbuhan kelangsungan hidup, proliferasi, invasi, hingga migrasi berbagai jenis sel dalam tubuh, tak terkecuali sel kanker. T
Tak hanya itu, paparan BPA dapat memfasilitasi resistensi kemoterapi terhadap obat antikanker. Paparan BPA yang dapat larut di dalam makanan dan air ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap kanker payudara dan kanker prostat.
Tak sedikit penelitian yang menunjukkan pengaruh paparan BPA pada karsinogenesis atau pembentukan sel kanker. Namun, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut atau komprehensif untuk dapat mengungkap pengaruh BPA pada tingkat molekuler di berbagai jenis kanker.
Di Indonesia sendiri, pemerintah sadar akan potensi bahaya dari BPA itu sendiri. Sehingga, penggunaan plastik yang mengandung BPA diatur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 tahun 20219. Aturan tersebut mengatur batas migrasi BPA pada plastik polikarbonat untuk kemasan pangan hanya boleh 0,6 bpj.
Sampai saat ini, belum diketahui pasti penyebab kanker pada anak. Namun, ada beberapa tanda atau gejala umum yang patut dicurigai kanker pada anak seperti pucat, memar atau pendarahan, nyeri tulang, adanya benjolan atau pembengkakan yang tidak nyeri tanpa demam, penurunan berat badan, perut membuncit, sakit kepala yang menetap atau berat, dan nyeri pada beberapa bagian tubuh seperti tangan, kaki, atau tulang.
Sumber: detik.com