PKMK FKKMK UGM – Pada Selasa 30 Juli 2019 diselenggarakan sesi webinar dengan tema Penyusunan Proyek Konsultasi secara Konsepsual : Studi Kasus KIA. Sesi Webinar merupakan rangkaian dari pelatihan konsultan manajemen kesehatan tahap 2.
Topik ini diambil di tengah hangatnya paparan pidato presiden terpilih, Joko Widodo pada kesempatan pemaparan rencana programnya untuk lima tahun ke depan terkait pnurunan stunting serta pemenuhan layanan ibu hamil. Hal ini yang menjadi peluang dibutuhkannya seorang konsultan di bidang KIA dalam menurunkan angka kematian ibu. Acara ini dihadiri oleh Prof Laksono Trisnantoro, MSc, Phd sebagai penanggung jawab pelatihan konsultan manajemen kesehatan, dr. Arida Oetami, M. Kes dan Prof. Ova Emilia, Sp.OG(K).
Dalam kesempatan ini dibahas mengenai seberapa penting peran seorang konsultan dalam kasus KIA. Peserta webinar berpendapat bahwa peran konsultan sangat dibutuhkan dalam menanganani masih tingginya kasus kematian ibu. Konsultan di bidang KIA tersebut harus berani menawarkan jasanya sebagai konsultan kepada para stakeholder di tingkat daerah dalam membantu penurunan AKI. Selain itu dalam pekerjaanya, konsultan harus membuat peta kegiatan serta berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait dalam penurunan AKI di daerah yang akan ditangani.
Penurunan KIA juga masih menjadi perdebatan apakah sebagai suatu proyek atau kegiatan rutin. Menurut dr. Arida, sebagai yang pernah menangani bidang KIA di DIY, menyatakan penurunan KIA sebaiknya adalah suatu proyek karena jika diadakan rutin, cakupannya terlalu kecil dan dampaknya kurang dirasakan. Menururunkan AKI juga merupakan proyek multi years.
Akhir – akhir ini kata ‘proyek’ memiliki konotasi yang negatif yaitu cenderung berorientasi uang. Dalam mengatasi hal ini, konsultan harus bisa mengubah stigma negatif dari kata ‘proyek’ tersebut. Selain stigma negatif proyek, kata konsultan juga kadang tidak tepat di lapangan. Ketika ada proyek, yang bekerja cenderung hanya konsultannya saja. Padahal dalam proyek penurunan AKI ini, semua pihak harus bekerja sama dalam bentuk partnership atau mitra kerja.
Pendapat dr. Arida mengenai stigma negatif proyek juga diamini oleh Prof Ova. Menurut Prof Ova, dalam menangani penurunan AKI ini harus menggunakan pendekatan output, bukan hanya prosesnya saja. Sselama ini dalam penurunan AKI, sudah menggunakan indikator proses namun AKI tetap tinggi. Menurut Prof. Ova, istilah mitra yang disematkan pada konsultan lebih nyaman digunakan, karena lebih mencerminkan memberdayakan orang banyak.
Dalam masalah tingginya AKI, birokrat lebih sering menyalahkan infrastruktur dan kekurangan SDM (rasio dokter dan pasien yang tidak seimbang misalnya). Hal ini sebenarnya bukan masalah dalam penurunan AKI. Dengan pendekatan partnership atau mitra dari konsultan, harusnya dapat memecahkan masalah ini. Dengan adanya konsultan KIA nantinya diharapkan dapat membantu mencari solusi untuk menurunkan AKI di Indonesia.
Reportase oleh: Avina Alawya