Kekerasan berbasis gender (KBG) tetap menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat global dan memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan fisik dan mental perempuan. Sekitar satu dari tiga perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik, seksual, atau emosional seumur hidupnya yang umumnya dilakukan oleh suami atau pasangan mereka. Di negara-negara Asia Tengah, termasuk Tajikistan, prevalensi hipertensi, obesitas, dan anemia masing-masing dilaporkan berada di kisaran 12,37–24,3%, 36,9–49,1%, dan 31–37%. Perempuan menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kondisi ini. KBG berkontribusi signifikan terhadap munculnya penyakit kronis tersebut, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti di Asia Selatan dan Tengah serta Afrika, di mana prevalensi KBG mencapai 35–57%.
Norma sosial dan budaya, ditambah faktor-faktor seperti kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kesenjangan wilayah, memperburuk kondisi KBG di wilayah-wilayah ini. Pengaruh KBG terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai jalur. Paparan jangka panjang terhadap kekerasan emosional dapat menyebabkan stres psikologis yang memicu aktivasi poros hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) dan peningkatan hormon kortisol yang diketahui berperan dalam meningkatkan risiko obesitas. Kekerasan emosional juga dapat mengganggu pola perilaku seperti pola makan, tidur, keseimbangan hormon, dan aktivitas fisik, yang semuanya bisa memperparah risiko obesitas. Selain itu, stres, depresi, dan peradangan akibat trauma dapat memengaruhi metabolisme zat besi, menyebabkan gangguan kadar hemoglobin dan berujung pada anemia.Korban KBG juga sering menghadapi hambatan dalam mengakses layanan kesehatan, sehingga diagnosis dan pengobatan penyakit sering tertunda yang pada akhirnya memperburuk kondisi mereka. Di Tajikistan, KBG sangat lazim terjadi pada perempuan. Paparan kekerasan emosional dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, sementara kekerasan fisik dan seksual menunjukkan hubungan terbalik terhadap tekanan darah dan anemia. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko KBG antara lain: kemiskinan, usia yang lebih tua, wilayah tempat tinggal, rendahnya tingkat pendidikan, status merokok, pengangguran, dan konsumsi alkohol oleh suami atau pasangan.
Oleh karena itu, para pembuat kebijakan dan otoritas kesehatan perlu menekankan pentingnya edukasi masyarakat, memperkuat program pencegahan KBG, serta memasukkan intervensi kesehatan yang sesuai kebutuhan korban khususnya mereka yang secara sosial dan ekonomi tertinggal ke dalam sistem layanan kesehatan yang ada. Penelitian jangka panjang serta model intervensi yang peka terhadap konteks sosial-budaya sangat penting untuk menangani KBG dan dampak kesehatannya secara efektif. Artikel ini telah dipublikasikan pada Juni 2025 di BMC Public Health
Selengkapnya